16 Juli 2009

Kunci Masalah Pertanian Indonesia?

Malam Pemilu Presiden 2009, aku sekeluarga berdiskusi. Awalnya hanya obrolan biasa lalu merambah ke dunia politik dan akhirnya ke masalah pertanian. Topik utama yang kami perbincangkan adalah penyebab terpuruknya pertanian Indonesia.

Ibuku dengan tegas mengatakan itu adalah karena pemerintah. Pemerintah tidak dapat memberikan kebijakan yang tepat untuk membangun pertanian Indonesia. Aku setuju dengan pendapat ini. Karena pemerintah memegang peranan penting sebagai pembuat kebijakan yang dapat menentukan ke arah mana pertanian Indonesia. Selama ini tampaknya kurang diperhatikan atau kadang salah strategi.

Om ku lebih menyalahkan para sarjana pertanian. Kenapa mereka setelah lulus banyak yang bekerja di sektor lain dan yang bekerja di sektor peranian (beliau memberi contoh para pegawai dinas pertanian), bekerja tidak profesional. Aku mengiyakan realita tersebut, tapi menurutku itu bukan penyebab utama masalah pertanian. Terlalu picik tampaknya untuk menyetujuinya karena banyak faktor lain yang menyebabkan kenyataan itu.

Lalu ada yang berargumen tentang global warming dan perubahan cuaca yang tidak menentu. Hal tersebut memang dapat mempengaruhi produksi pertanian terutama di sektor hulu. Namun pertanian menurutku sangat kompleks, bukan hanya sektor hulu tapi juga ada sektor hilir dan penopangnya.

Kalau menurut teman-teman apa yang menjadi kunci permasalahan pertanian tersebut?

26 April 2009

SISTEM PERTANAMAN DI CIPUTAT, TANGERANG


Oleh: Nahda Kanara


Pendahuluan

Kecamatan Ciputat termasuk dalam wilayah Kabupaten Tangerang Propinsi Banten, saat ini merupakan daerah penghubung antara 3 propinsi yaitu Banten, DKI Jakarta dan Jawa Barat maka tidak heran Kecamatan Ciputat berkembang begitu pesatnya, pemukiman dan perumahan penduduk yang terus bertambah, laju pertumbuhan ekonomi dan usaha makin meningkat (Alien, 2005).

Lahan pertanian di Ciputat dalam jangka waktu yang cepat telah berubah menjadi daerah pemukiman. Lahan yang milik penduduk yang umumnya masih ada merupakan lahan yang berada di sekeliling rumahnya yang dibatasi oeh pagar dengan milik tetangga. Banyak lahan yang masih bisa ditanami tersebut telah berubah fungsinya dari lahan untuk produksi tanaman pangan dan hortikultura menjadi pekarangan dan taman yang bertujuan untuk keindahan.

Dengan adanya tuntutan keindahan dari masyarakatnya, para penduduk telah membuat pekarangan mereka menjadi taman. Selain taman yang terdapat di perumahan, taman juga dibangun instalasi pemerintah, bank-bank, dan pusat kegiatan lain dengan tujuan yang sama, yaitu keindahan. Namun ada pula penduduk yang memanfaatkan sebidang tanah mereka menjadi pekarangan yang ditanami tanaman hortikutura. Tanaman yang dipilih biasanya merupakan tanaman obat, tanaman hias, tanaman sayuran dan tanaman buah yang hasil produ tanaman itu dapat mereka konsumsi sendiri.

Walau amat sedikit, masih ada juga sebidang tanah yang dijadikan lahan perkebunan. Kebun tersebut biasanya di daerah yang lebih jauh dari perbatasan kota yang sulit dijangkau kendaraan umum. Kebun di Ciputat tidak seperti perkebunan di daerah yang umumnya amat luas. Kebun di Ciputat lebih sempit, kurang dari 1 Ha, walau ditanamai tanaman perkebunan dengan manajemen kebun. Biasanya tanaman yang dipilih untuk kebun kecil ini adalah tanaman buah seperti mangga dan rambutan.

Sistem Pertanaman di Ciputat

Tipe pertanaman yang terdapat di Ciputat ini adalah pekarangan, taman dan perkebunan kecil. Tipe-tipe pertanaman itu terjadi karena adanya pengaruh sosial dan berkurangnya lahan pertanian. Dari pernyataan warga sekitar, di Ciputat dulu merupakan daerah dengan lahan perkebunan, peternakan dan perikanan. Dengan membludaknya penduduk Jakarta maka tanah di Ciputat banyak yang dibeli warga Jakarta dan dijadikan perumahan.

Pekarangan adalah sebidang tanah dengan batas-batas tertentu yang ada bangunan tempat tinggal di atasnya dan mempunyai hubungan fungsional baik ekonomi, biofisik maupun sosial budaya dengan penghuninya (Hartono, 1986). Pemanfaatan Pekarangan adalah pekarangan yang dikelola melalui pendekatan terpadu berbagai jenis tanaman, ternak dan ikan, sehingga akan menjamin ketersediaan bahan pangan yang beranekaragam secara terus menerus, guna pemenuhan gizi keluarga (Deptan, 2002)

Pekarangan ini ditanami tanaman secara tidak beraturan tanpa jarak tanam tertentu. Pemilik rumah menanami pekarangannya tanpa memperhatikan lebar perakaran dan atau lebar tajuk terluar yang mempengaruhi kompetisi memperebutkan hara tanah dan penaungan. Interaksi tanaman satu dengan tanaman lain juga tidak begitu diperhatikan. Kompetisi dan allelopati tidak begitu dipermasalahkan karena tujuan mereka menanami pekarangan bukanlah untuk tujuan ekonomi tapi untuk konsumsi sendiri.

Ada juga warga yang memanfaatkan lahan yang mereka miliki untuk dijadikan taman. Biasanya warga yang memiliki taman yang benar-benar dirawat adalah mereka yang memiliki keadaan ekonomi menengah keatas. Hal ini dikarenakan perawatan taman yang baik, apalagi bila mencangkup area yang luas, tidaklah murah dan harus memiliki perhatian yang cukup terhadap taman ini.

Pekarangan yang sudah ditata menjadi taman ini telah memiliki tujuan sendiri yaitu keindahan dan keserasian. Pada sistem taman, tanaman ditanam dengan jarak tertentu dari tanaman satu dengan tanaman yang lain. Namun tujuan penerapan jarak tanam ini berbeda dengan sistem pertanian pada umumnya. Pertanian pada umumnya mengatur jarak tanam tertentu antar tanaman untuk meningkatkan hasil produksi. Sedangkan pada taman, pengaturan jarak tanam diterapkan untuk meningkatkan keindahan, agar sedap dipandang mata.


Selain pekarangan yang ditanami tanaman hortikultura dan pekarangan yang ditata menjadi taman, di Ciputat juga masih terdapat kebun-kebun kecil. Kebun ini ditanami tanaman buah dengan tujuan ekonomi. Dengan luas lahan yang tidak begitu besar dan hanya dapat menampung 10 - 20 pohon mangga dewasa maka pendapatan pemilik kebun itu tidak begitu besar. Hal ini tidak begitu dipermasalahkan karena biasanya pemilik kebun memiliki pekerjaan utama yang lain.

Pada perkebunan ini biasanya dipakai prinsip multiple cropping yaitu intensifikasi pertanaman dalam dimensi ruang dan waktu, menanam dua atau lebih jenis tanaman pada lahan dan waktu yang sama. Karena kebun ditanami oleh pohon tinggi dengan lebar tajuk dan luas perakaran yang besar, maka tipe multiple cropping yang bisa dipilih adalah sistem tanaman sela. Tanaman sela biasnya memiliki habitus yang lebih rendah dari tanaman utama seperti cabai, singkong, terung dan tanaman lain yang dapat dimanfaatkan untuk dikonsumsi sehari-hari.

Pekarangan dan perkebunan di Ciputat tidak memiliki pest management dan sistem pemupukan yang baik. Tanaman yang terserang OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) dibiarkan saja atau paling tidak, bagian tanaman yang menunjukkan gejala penyakit dibuang. Pemberian pupuk pun jarang dilakukan. Untuk tanaman hias, pupuk yang diberikan biasanya adalah daun yang disemprot dengan botol spray dengan waktu pemberian yang kurang diperhatikan. Dan untuk tanaman tinggi biasana hanya dengan pupuk organik yang berasal dari daun-daun kering yang rontok yang kemudian dibakar atau pupuk kandang. Kualitas pupuk kandang ini pun tidak diperhatikan.

Pada taman di perumahan mewah atau kantor-kantor, pest management dan sistem pemupukan dilakukan dengan baik karena bila tanaman terserang penyakit atau kekurangan hara maka tanaman akan terlihat tidak segar dan kurang indah lagi. Pemupukan taman biasanya dilakukan secara berkala dan kontinu. Dan bila tanaman terserang penyakit, langsung diberi penanganan baghakn pestisida bila perlu. Selain itu, pada taman juga dilakukan pemangkasan yang bertujuan untuk menjaga bentuk tanaman di taman supaya keindahan tetap terjaga.

Untuk pengairan, pekarangan dan taman benar-benar dilakukan dengan teratur, biasanya di pagi dan atau sore hari. Sedangkan untuk kebun tidak begitu dilakukan dengan baik kecuali ada orang yang menjaga kebun tersebut. Pemilik kebun, kecuali yang rumahnya dekat dengan kebun tersebut, biasanya datang ke kebun dalam waktu tertentu saja seperti sekali seminggu.

Karena sistem pertanaman yang ada di Ciputat cenderung kepada pertanaman campuran maka di Ciputat tidak ada komoditas utama daerah yang diunggulkan. Hasil pertanian yang dijual di pasar Ciputat sebagian besar datang dari daerah lain.

PUSTAKA

Alien, K.H. 2005. http://www.walhi.or.id/kampanye/psda/050616_perpres36_ciputat_sp/. Diakses tanggal 12 November 2005.

Departemen Pertanian. 2002. Pedoman Umum Pemanfaatan Pekarangan. http://iptek.apjii.or.id/artikel/pangan/DEPTAN/materi_pendukung/Pedum%20Pengembangan%20Pekarangan.htm. Diakses tanggal 12 November 2005

Hartono, S., Soenadji, Siswandono, Harsono & H. Danoemstro. 1985. Laporan Survei Kecamatan Turi. Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Kerjasama dengan Dinas Pertanian DIY.

31 Maret 2009

Pariwisata vs. Subak di Bali

Nahda Kanara

Ciputat, 1 April 2009

Seharusnya ada korelasi yang baik antara kedua sistem diatas, tapi membaca halaman muka Kompas, 31 Maret 2009 kemarin (buka: http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/03/31/03133512/perkembangan.wisata.unik.tradisi) dan 1 April 2010 hari ini (buka: http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/04/01/02422649/bali.kembali.ke.kebijakan.satu.pintu), membuat aku miris, padahal hal serupa pernah juga di muat di kompas 5 tahun lalu (buka : http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0408/19/daerah/1213010.htm).

Saat kuliah Pembangunan Masyarakat Pedesaan, dosen memberikan contoh ‘subak’ sebagai sistem yang paling sesuai. Subak (organisasi petani bali) merupakan salah satu organisasi tradisional Bali yang memelihara dan mengatur sistem irigasi pertanian yang sudah ada sejak dulu. Sistem ini dipimpin oleh ketua (pekaseh) yang mengatur jalannya organisasi dan mediator antara petani dan pemerintah.

Subak berdiri sendiri terlepas dari struktur desa atau banjar, jadi angguta subak tidak harus berasal dari desa yang sama tapi memiliki lahan pertanian di daerah tertentu. Hal tersebut dikarenakan oleh kepentingan pengairan lahan mereka. Satu subak menerima air dari sumber air yang sama. Pembagian air ini diatur sedemikian rupa sehingga seluruh lahan menerima air dalam porsi yang adil.

Elemen adat dan agama sangat berperan di organisasi ini. Itulah yang membuat sistem ini kokoh. Untuk menyatakan sembah baktinya kepada Ida Sanghyang Widhi karena dilimpahkannya panen, dijauhkan dari hama dan diberikan air sepanjang tahun maka krama subak mendirikan tempat pemujaan yang diberi nama pura subak.

Menurut pak dosen, Subak merupakan kearifan lokal di Bali. Kearifan lokal tersebut memiliki sifat dasar sosio-kultural maupun sosio-religius yang unik dan unggul. Kearifan lokal dalam organisasi subak berbasis konsepsi Tri Hita Karana dan mendapat apresiasi unirversal terkait kosmos, theos, antropos, dan logos, yakni hubungan yang serasi dan harmonis sesama umat manusia, lingkungan dan Tuhan yang Maha Esa. Konsep tersebut selaras dengan konsep pariwisata Bali yaitu konsep pariwisata budaya dan agama. Sayangnya subak terjegal dengan perkembangan pariwisata bali di luar konsep yang dirumuskan.

Permasalahannya bukan hanya di bidang pariwisata Bali yang mulai kehilangan jati diri dan membuat pelancong lama-lama jenuh, tapi juga di bidang pertanian. Banyak sawah yang mulai kekurangan air. Bagaimana hasil akan optimal jika ketersediaan air berkurang. Mirisnya, penyebab tersebut bukan kemarau panjang tapi pembangunan penginapan atau penutupan sungai untuk rafting. Penanaman padi di Bali mulai berkurang karena kekurang tersediaan atau ketidakemerataan air. Petani akan menanam tanaman lain yang tidak butuh banyak air. Varietas lokal berkurang dibudidayakan petani dan swasembada beras akan sulit dicapai.

Semoga, kekokohan kearifan lokal ini jangan sampai terkikis karena uang semata…

20 Maret 2009

STANDAR TANAMAN TEPI JALAN

Standar tanaman tepi jalan telah ditetapkan oleh Dept PU, dapat diunduh dari:

http://www.bintek-nspm.com/download/7.Perencanaan-Teknik-Lanskap-Jalan.pdf



atau dapat dilihat dari modul kuliah berikut:

http://teknik.ums.ac.id/kuliah/ruhiko/file/A5-PDF-FINAL%20buku%20teks%20ruhiko%20DIM/Fin%20A5-bab%207%20lansekap%20jalan%20raya-23%20Okt.pdf


dan dari rekomendasi penelitian yang saya lakukan untuk judul skripsi "Identifiksai Karakteristik dan Kesesuaian Tanaman Hias Tepi Jalan di Kawasan Malioboro dan Kotabaru, Yogyakarta" tahun 2008:

  1. Pohon

1. Merupakan tanaman dataran rendah.

2. Memiliki fungsi peneduh dengan tinggi sedang atau kurang dari 15 m, tinggi cabang paling bawah 3 m dan tajuknya rimbun.

3. Memiliki fungsi pengarah dengan penanaman yang kontinyu.

4. Memiliki fungsi peredam bising dengan tajuk rapat.

5. Memiliki sifat perakaran yang tidak ekstensif.

6. Memiliki bagian tanaman yang estetik.

7. Tanaman atau bagian tanaman tidak mengganggu (tidak berduri, ranting tidak lemah, dan atau buah tidak mudah rontok).

8. Tahan terhadap hama penyakit tanaman.

9. Tahan terhadap terpaan angin kencang, kokoh dan tak mudah tumbang.

10. Memiliki toleransi sedang sampai tinggi terhadap polusi.

11. Memiliki kemampuan mengurangi polusi udara.

12. Tidak memerlukan pemeliharaan yang intensif.


  1. Perdu dan semak

1. Merupakan tanaman tahunan dan dataran rendah.

2. Memiliki tinggi kurang dari 3 m dan lebar tajuk kurang dari 1 m.

3. Memiliki fungsi pengarah dan pembatas dengan penanaman rapat dan kontinyu.

4. Memiliki fungsi peredam bising dengan tajuk rapat.

5. Memiliki sifat perakaran yang tidak ekstensif.

6. Memiliki bagian tanaman yang estetik.

7. Tanaman atau bagian tanaman tidak mengganggu (tidak berduri, pertumbuhan ranting horizontal, dan atau aroma tidak sedap).

8. Tahan berada di bawah naungan.

9. Toleran terhadap hama dan penyakit tanaman.

10. Memiliki toleransi sedang sampai tinggi terhadap polusi udara.

11. Memiliki kemampuan mengurangi polusi.

12. Tidak memerlukan pemeliharaan yang intensif.


  1. Penutup tanah dan rumput

1. Merupakan tanaman tahunan dan dataran rendah.

2. Memiliki tinggi di bawah 1 m.

3. Dapat menahan erosi dengan ditanam massal atau memiliki sifat penutupan tanah yang merata.

4. Memiliki sifat perakaran yang tidak ekstensif.

5. Memiliki bagian tanaman yang estetik.

6. Tanaman atau bagian tanaman tidak mengganggu (tidak berduri, tidak bergetah, dan atau aroma tidak sedap).

7. Tahan terhadap naungan.

8. Toleran terhadap hama dan penyakit tanaman.

9. Memiliki toleransi sedang sampai tinggi terhadap polusi udara.

10. Memiliki kemampuan megurangi polusi.

11. Tidak memerlukan pemeliharaan yang intensif.

14 Maret 2009

TANAMAN DALAM LANSKAP

Nahda Kanara, Ciputat, 14 Maret 2009


Tanaman merupakan material lanskap yang hidup dan terus berkembang. Pertumbuhan tanaman akan menghasilkan ukuran, bentuk, tekstur dan warna tanaman selama masa pertumbuhannya. Dengan demikian, kualitas dan kuantitas ruang terbuka akan terus berkembang dan berubah sesuai dengan pertumbuhan tanamannya. Jadi dalam perancangan lanskap, tanaman sangat erat hubungannya dengan waktu dan perubahan karakteristik tanaman (Hakim dan Utomo, 2003).

Tanaman sering disebut sebagai materi lunak (soft material), sedangkan materi pendukung taman lainnya seperti batu-batuan, lampu taman, garden furniture, patung dan lain-lain disebut materi keras (hard material). Tanaman disebut sebagai materi lunak karena bentuk tanaman tidak kaku dan terus berubah sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangannya. Tanaman dapat menetralisir kesan kaku yang ditimbulkan oleh materi keras taman.

Tanaman sebagai elemen lunak (soft material) tidak mempunyai bentuk yang tetap. Bentuk, tekstur, warna dan ukuran tanaman selalu berubah sesuai masa pertumbuhannya. Perubahan ini terjadi karena tanaman adalah makhluk yang selalu tumbuh serta dipengaruhi pula oleh faktor lingkungan dan tempat tumbuhnya (Hakim dan Utomo, 2003). Jadi dalam perancangan lanskap, tanaman sangat erat hubungannya dengan waktu dan perubahan karakteristik tanaman.

Menurut Hakim dan Utomo (2003), tanaman dapat dibedakan menurut habitusnya. Habitus tanaman adalah tanaman yang dilihat dari segi botanis/ morfologis, sesuai dengan ekologis dan efek visual. Dari segi botanis/ morfologis, tanaman dapat dibagi menjadi:

a) Pohon : batang berkayu, percabangan jauh dari tanah, berakar dalam dan tinggi di atas 3,00 meter.

b) Perdu : batang berkayu, percabangan dekat dengan tanah, berakar dangkal dan tinggi 1,00 meter - 3,00 meter.

c) Semak : batang tidak berkayu, percabangan dekat dengan tanah, berakar dangkal dan tinggi 50 cm - 100 cm.

d) Penutup tanah : batang tidak berkayu, berakar dangkal dan tinggi 20 cm - 50cm.

Menurut Carpenter et al. (1975) fungsi tanaman dalam desain pertamanan adalah sebagai tabir untuk mengurangi cahaya matahari dan lampu kendaraan yang menyilaukan dengan cara mengatur tingginya. Selain itu tanaman berfungsi memberi batas untuk privasi, sebagai pengarah, pembentuk ruang, pembatas fisik yang mengarahkan dan mengendalikan pergerakan manusia, hewan dan kendaraan, mengendalikan iklim mikro (suhu, radiasi matahari, angin, presipitasi, kelembaban, mengurangi kecepatan angin dan memberikan naungan), mengendalikan kebisingan, sebagai penyaring dan pengkayaan udara, pengendali erosi dan habitat satwa liar.

Dalam lanskap, tanaman memiliki fungsi (Hakim dan Utomo, 2003):

a. Pengendali pandangan (visual control)

b. Pembatas fisik (physical barriers)

c. Pengendali iklim (climate control)

d. Pengendali erosi (erosion control)

e. Habitat satwa (wildlife habitats)

f. Nilai estetika (aesthetic values)

Pustaka

Carpenter, P.L., T.D. Walker and F.O. Lanphear. 1975. Plants in the Landscape. W.H. Freeman and Company, New York.

Hakim, R. dan H. Utomo. 2003. Komponen Perancangan Arsitektur Lansekap: Prinsip-Unsur dan Aplikasi. Bumi Aksara, Jakarta.

11 Maret 2009

PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN BUAH TOMAT

Oleh: Nahda Kanara

(Tugas Kuliah Seminar Fak. Pertanian UGM, 5 Desember 2006)

Pendahuluan

Buah tomat mudah didapatkan di Indonesia. Tomat (Licopersicum esculentum) dapat dimanfaatkan sebagai bumbu masak sehari-hari, bahan baku industri saus tomat, buah segar, buah kalengan, bahkan dapat sebagi bahan kosmetik dan obat-obatan.

Tomat sangat bermanfaat bagi tubuh karena mengandung vitamin dan mineral yang diperlukan untuk pertumbuhan dan kesehatan. Buah tomat juga mengandung karbohidrat, protein, lemak dan kalori. Kandungan karotin yang berperan sebagai provitamin A pada buah tomat sangat tinggi terlihat dari warna jingganya. Vitamin C dalam tomat bermanfaat sebagai antioksidan dan antisclerosis. Dengan banyaknya kandungan gizi tadi, tomat berkhasiat untuk mengobati beberapa penyakit seperti sariawan, Xerophtalmia (penyakit kekurangan vitamin A), batu ginjal, asma, lever, encok, bisul, jantung dan wasir.

Untuk menjaga kualitas tomat, selain pembudidayaan yang baik diperlukan perlakuan pascapanen yang baik pula. Kualitas tomat terus berubah setelah pemanenan. Selama periode penyimpanan, dapat terjadi overripe (lewat matang) secara cepat tergantung dari temperatur dan kematangan saat panen. Buah yang lewat matang mengalami penurunan kualitas dan pengurangan umur simpannya karena buah terlalu lunak.


Sortasi dan Grading

Pemungutan hasil panen tomat dapat dilakukan mulai sekitar umur 75 hari setelah pindah tanam atau sekitar 3 bulan setelah penyebaran benih. Saat pemanenan, kriteria buah yang dipetik disesuaikan dengan tujuan konsumsi atau tujuan pemasaran. Kriteria panen yang paling mudah untuk menentukan saat pemetikan adalah kriteria visual yaitu warna kulit buah. Hal ini dikarenakan tingkat pemasakan buah tomat berkorelasi positif dengan warnanya. Semakin masak buah tomat maka semakin merah warnanya, sebaliknya semakin muda maka semakin hijau warnanya.

Untuk tujuan pemasaran, buah dipanen ketika masak ekonomis, yaitu kemasakan yang kriterianya disesuaikan dengan permintaan pasar. Bila tujuannya untuk pemasaran jarak jauh atau di ekspor, idealnya buah dipanen pada waktu masih hijau, yakni kira-kira 3 sampai 7 hari sebelum merah (kriteria 1). Untuk pemasaran jarak dekat, buah tomat dapat dipanen sewaktu buah tomat berwarna kekuningan (kriteria 3 dan 4). Sedangkan Untuk tujuan pengolahan (processing, pengalengan), konsumsi buah segar ataupun bumbu dapur, dipanen setelah masak fisiologis, ditandai dengan kulit buah yang berwarna merah (kriteria 5). Memanen buah yang masih hijau namun ukuran buahnya telah maksimal, merupakan pilihan yang baik untuk memperpanjang umur simpannya, karena nilai gizinya tidak berbeda.Waktu pemanenan yang paling tepat adalah saat cuaca terang. Cara pemanenan adalah dengan dipetik secara hati-hati agar buah tidak rusak. Tangkai buah dipatahkan sambil memegang ujung buah dengan telapak tangan. Pemanenan buah dilakukan dengan kelopak bunga yang masih utuh. Hasil panen langsung disortasi di tempat dengan memilih buah yang memiliki kualitas baik untuk dipasarkan dan membuang buah yang abnormal. Buah yang berkualitas baik itu kemudian dimasukkan ke dalam keranjang.

Terhadap buah-buah tomat tersebut kemudian dilakukan grading sesuai dengan warna dan ukurannya untuk tujuan pasar tertentu atau untuk pemilahan konsumen yang berbeda. Grading menurut warna lebih bertujuan untuk lama pendistribusian tomat ke konsumen. Semakin hijau buah tomat maka semakin jauh jarak transportasi yang dapat ditempuh. Sedangkan grading ukuran lebih berdasarkan permintaan pasar. Pasar swalayan biasanya lebih meminta keseragaman ukuran daripada pasar tradisional. Tomat dengan ukuran yang sama akan di packing dalam satu kemasan.


Pengemasan

Cara dan suhu pengemasan sangat berpengaruh terhadap warna dan kekerasan buah tomat. Pemasakan buah tomat berkorelasi tinggi dengan warna pemasakannya. Perlu dicatat bahwa pengemasan ini tidak dapat memperbaiki mutu. Oleh karena itu, produk dengan kualitas yang paling baik yang dikemas. Ikut sertanya produk yang busuk atau rusak dalam kemasan dapat mengkontaminasi produk yang masih sehat. Pengemasan juga bukan pengganti penyimpanan oleh karena itu penjagaan mutu yang paling baik adalah dengan mengkombinasikan pengemasan dengan penyimpanan yang baik. Secara garis besar, tujuan pengemasan adalah sebagai berikut (BPPHP, 2002):

1. Menghambat penurunan bobot berat akibat transpirasi.

2. Meningkatkan citra produk.

3. Menghindari atau mengurangi kerusakan pada waktu pengangkutan.

4. Sebagai alat promosi.

Pengemasan yang baik harus dapat melindungi barang segar dari pengaruh lingkungan dan mencegah dari cacat fisik. Pengemasan harus memberikan keuntungan dari segi kesehatan sehingga kebersihan tiap wadah haruslah diperhatikan. Setiap wadah yang tertutup dapat ikut membantu menghindarkan barang dari debu atau pasir selama pengangkutan sehingga produk yang telah dicuci akan tetap bersih sampai ke tangan konsumen. Pengemasan juga menghindarkan produk dari kontaminasi senyawa yang tidak diinginkan, serangan hama dan mikroorganisme.

Pengemasan harus menggunakan wadah yang efisien dan tidak menurunkan mutu. Bahan wadah untuk pengemasan dapat bermacam-macam, mulai dari karung goni, keranjang bambu, kotak kayu, plastik, kardus, stirofoam sampai jala-jala plastik. Kemasan-kemasan ini berbeda bentuk dan penggunaanya tergantung dari tujuan pengemasan. Ada kemasan yang khusus untuk pemanenan, untuk penyimpanan, untuk distribusi dan ada pula yang digunakan untuk kemasan konsumen. Untuk kemasan yang digunakan untuk penyimpanan di gudang, harus digunakan wadah yang kuat dan dengan penataan yang sedemikian rupa karena biasanya dilakukan penumpukan.

Untuk mempertahankan mutu tomat dalam jangka waktu yang relatif lama, cara paling mudah, murah, dan aman bagi tomat-tomat dalam negeri adalah menyimpannya dalam kotak kayu. Kotak tersebut higroskopis sehingga dapat menyerap H2O dan di bagian bawahnya diberi kapur tohor atau Ca(OH)2 untuk mengikat CO2. Kemasan ini harus disimpan di tempat yang kering dan teduh sehingga penimbunan etilen dapat ditekan. Bila buah tomat yang disimpan masih berwarna kehijau-hijauan, penyimpanan dengan cara ini dapat menahan kesegaran buah tomat sampai 2 minggu (Widianarko, et al., 2000).

Bahan kayu yang dipilih untuk pembuatan kotak kayu ini biasanya kayu yang ringan dan kuat sehingga mudah mudah dipindah-pindahkan dan dapat dilakukan penumpukan. Permukaan papan kayu yang digunakan sebagai bahan kemasan harus dibuat sehalus mungkin. Hal ini dilakukan untuk menghindarkan terjadinya luka pada buah tomat karena gesekan dari serat kayu yang mencuat keluar.

Cara pengepakan buah tomat dalam kotak kayu adalah buah disusun dalam peti dengan tata letak pangkal buah mengarah ke atas dan buah dalam lapisan diatur berselang-seling sampai mengisi peti hingga penuh. Lalu lapisan buah tomat tersebut ditutup jerami hingga penuh. Penggunaan jerami ini untuk meminimalikan terjadinya benturan yang dapat mengakibatkan kerusakan fisik pada buah tomat. Kemudian peti ditutup dengan kisi-kisi tripleks dan dikuatkan dengan paku serta plat seng. Untuk tujuan ekspor, pengepakan buah tomat dapat dilakukan dalam kotak dari bahan karton (kardus).

Selain pengemasan dengan kotak kayu dan kardus, sekarang banyak digunakan penyimpanan dengan menggunakan bahan plastik. Sifat-sifat plastik yang digunakan juga berbeda-beda terutama sifat permeabilitasnya yang memungkinkan zat-zat dapat keluar atau masuk ke dalam kemasan plastik ini. Menurut Batu dan Thomson (1998), plastik jenis polyethylene 50 mikron dan polypropylene 25 mikron adalah yang terbaik dengan umur simpan tomat hijau sampai 30 hingga berwarna merah dan 60 hari hingga melunak pada penyimpanan suhu 13º C.

Buah-buah tomat impor yang kita dapati di beberapa supermarket biasanya dibungkus dengan plastik polyethylene. Cara ini cukup baik, karena cukup efektif menekan pembentukan CO2 dan H2O. Namun polyethylene ini akan bereaksi dengan etilen yang dihasilkan buah tomat, membentuk rantai panjang thylene yang mudah bereaksi dengan lapisan lilin kulit tomat. Sampai batas tertentu pembentukan etilen ini kurang baik bagi kesehatan namun dapat dihambat dengan mengupas kulit buah.

Bahan kemasan lain buah tomat impor adalah plastik polyethylene shrink film atau plastik mengkerut yang dapat meningkatkan penampilan buah tomat. Harga plastik ini lebih mahal tetapi sesuai dengan sifat polyethylene, kemasan ini lebih tidak baik karena kontak langsung kulit buah dengan bungkus lebih banyak.

Di Australia biasanya digunakan bungkus plastik polyethylene biasa dengan buntalan kecil di dalamnya yang berisi KMNO4. Pengemasan ini lebih aman karena KMNO4 sangat efektif menyerap etilen. Harga tomat juga menjadi lebih mahal karena harga KMNO4 dan pembungkusnya yang harus semipermeabel ini sangat mahal.

Pengemasan menggunakan plastik semipermeabel diatas disebut dengan MAP (Modified Atmosphere Packaging). MAP menghasilkan pengurangan konsentrasi O2 dan peningkatan konsentrasi CO2 di sekitar buah di dalam plastik. Efek dari penurunan tingkat O2 adalah peningkatan CO2. Kecepatan laju perubahan gas ini tergantung dari konsentrasi gas, waktu dan jenis buah. MAP umumnya mengurangi laju respirasi dan pelunakan buah, memperlambat serangan jamur pada buah dan mengurangi efek etilen karena pemasakan. MAP juga dapat memenuhi kelembaban udara dalam kemasan untuk memperlambat laju penurunan kadar air dan susut berat. Teknik MAP ini sangat efektif bila digabungkan dengan pendinginan.


Penyimpanan

Buah tomat yang telah dipanen akan tetap melangsungkan respirasi. Proses respirasi yang menyebabkan pembusukan ini terjadi karena perubahan-perubahan kimia dalam buah tomat dari pro-vitamin A menjadi vitamin A, pro-vitamin C-menjadi Vitamin C, dan dari karbohidrat menjadi gula, yang menghasilkan CO2, H2O, dan etilen. Akumulasi produk-produk respirasi inilah yang menyebabkan pembusukan. Respirasi ini tidak dapat dihentikan namun bisa dihambat yaitu dengan menyimpannya pada suhu dan kelembaban rendah. Penyimpanan suhu rendah dapat dilakukan secara sederhana dalam lemari es, namun di tempat ini kelembabannya tinggi. Mengingat barang-barang yang mudah menguap juga tersimpan di dalam lemari es proses respirasi buah tomat tidak dapat dihambat dengan sempurna.

Selain respirasi, buah tomat juga masih melakukan transpirasi. Aktivitas tersebut tidak dibarengi oleh aktivitas fotosintesis sehingga senyawa tertentu dirombak dan air menguap tanpa ada pasokan baru. Hal tersebut menyebabkan susut berat pada buah tomat. Susut berat komoditas ini berakibat pada penampilan komoditas yang semakin lama keriput dan melunak. Oleh karena kelembaban udara juga harus diperhatikan dalam penyimpanan. Menurut Tranggono dan Sutardi (1990), mutu simpan buah akan lebih bertahan lama jika laju respirasi rendah dan transpirasi dapat dicegah dengan meningkatkan kelembaban relatif dan menurunkan suhu udara.

Ada beberapa macam cara penyimpanan yang dilakukan untuk mempertahankan kesegaran buah tomat, antara lain yaitu (Liu, 1999):

1. Udara dingin biasanya digunakan pada rumah-rumah penyimpanan, atau di bawah tanah atau di gudang penyimpanan menggunakan udara dingin alami.

2. Penyimpanan menggunakan lemari pendingin (cold storage) mengontrol suhu dan kelembaban udara.

3. Penyimpanan dengan controlled atmosphere (CA) mengendalikan konsentrasi oksigen dan karbon dioksida, sebagai tambahan untuk suhu dan kelembaban.

4. Penyimpanan dengan modified atmosphere (MA) juga mengontrol konsentrasi oksigen dan karbondioksida, walau tidak sebaik CA, dengan menggunakan lembar polimer semipermiabel.

Menurut Liu (1999), pengendalian yang baik pada temperatur, kelembaban dan komposisi udara memaksimalkan umur simpan suatu produk.

Penyimpanan yang dilakukan di rumah tidak memperhitungkan waktu karena akan langsung dikonsumsi. Penyimpanan biasanya dilakukan pada suhu ruang di tempat yang tidak terkena sinar matahari langsung. Buah tomat ini tidak baik diletakkan di tempat yang memiliki kelembaban tinggi karena buah akan cepat busuk. Ketika baru dibeli dari pasar, buah tomat biasanya dikemas dalam kantung plastik. Kantung tersebut lebih baik dilubangi apabila buah tomat disimpan bersama kantung tersebut. Pemberian lubang ini dimaksudkan untuk membebaskan gas etilen yang dihasilkan buah tomat saat terjadi pemasakan.

Penyimpanan buah tomat tapi tidak langsung dikonsumsi atau diolah dapat dilakukan dengan menggunakan lemari es. Untuk hasil yang lebih baik, buah tomat sebelumnya dimasukkan dalam plastik yang telah dilubangi. Penyimpanan dalam lemari pendingin ini harus diperhatikan suhunya. Suhu dalam lemari es diatur tidak sampai di bawah 10ºC karena dikhawatirkan buah tomat akan rusak karena chilling injury. Tanda-tanda terjadinya chilling injury antara lain adalah buah tomat akan membeku ketika dingin tapi saat dikeluarkan di suhu ruang, buah tomat seperti berkerut dan berair.

Untuk pengiriman jarak jauh yang membutuhkan waktu simpan lama, peti-peti tomat harus disimpan dulu dalam ruangan yang dingin (cool storage) agar dapat bertahan untuk beberapa hari. Temperatur penyimpanan bagi buah-buah tomat yang telah berwarna merah sebaiknya 0ºC dengan kelembaban 85%-90%, apabila buah-buah tomat tampak belum merah sempurna temperatur tempat penyimpanannya dikendalikan agar antara 11,5ºC-12ºC (Kartasapoetra, 1989).

Untuk hasil yang maksimal, sebelum buah dimasukkan ke cool storage, dilakukan pra pendinginan dan pengemasan dengan polyethylene terlebih dahulu. Pra pendinginan ini dapat dilakukan dengan udara dingin yang bergerak cepat dan bertekanan (forced-air precooling) atau merendam dalam air yang mengalir maupun tidak mengalir (hydrocooling), dengan kontak es atau timbunan es (ice cooling), serta teknik udara vakum (vacuum cooling). Tujuan pra pendinginan ini antara lain untuk menghilangkan panas lapang agar menurun dengan cepat sebelum buah diangkut atau disimpan. Keuntungan cara ini, dapat memperlambat kematangan, penurunan susut buah dan kadar askorbat dalam buah tomat. Dari hasil penelitian, dengan perlakuan ini dapat tahan sampai 5-15 hari tetap segar.

Cool storage merupakan pendinginan mekanik untuk mengontrol temperatur ruang simpan. Alat ini mengatur konsentrasi N tinggi dan O2 rendah atau menggunakan gas freon. Penggunaan gas freon saat ini sudah tidak dianjurkan lagi karena tidak ramah lingkungan. Komposisi alat ini antara lain adalah klep pengatur, evaporator, kompresor dan kodensor. Sistem pengontrol tambahan dari sistem penyimpanan ini berasal dari panas lingkungan sekitar dan produk

Untuk mendapatkan jangka waktu kesegaran yang paling lama, penyimpanan dengan controlled atmosphere (CA) adalah yang terbaik. Menurut penelitian yang telah dilakukan Hermiati et al. (1999) mengenai pengaruh konsentrasi O2 dan CO2 terhadap daya tahan simpan buah tomat pada penyimpanan dengan atmosfir terkendali, menunjukkan bahwa semakin rendah konsentrasi O2 dan semakin tinggi kansentrasi CO2 dalam ruang penyimpanan, maka semakin lambat terjadinya proses pematangan buah tamat. Perlakuan dengan kombinasi 2% O2 dan 3% CO2 menghasilkan buah tomat dengan tingkat keawetan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, yang ditandai dengan kadar gula yang terendah, kehilangan vitamin C terkecil dan perubahan tingkat kelunakkan yang paling kecil pada buah tomat yang disimpan pada kondisi atmosfir tersebut. Perlakuan tersebut juga menghasilkan warna dan bau tomat yang relatif lebih disukai daripada yang dihasilkan perlakuan lainnya. Sedangkan menurut Anonim (2006), untuk CA pada buah tomat, kombinasi gas yang paling baik adalah 3% O2, <3%co2 dan kelembaban relatif sekitar 85%.

Penyimpanan dengan modified atmosphere (MA) mirip seperti controlled atmosphere (CA) yaitu dengan mengontrol konsentrasi oksigen dan karbondioksida. MA ini menggunakan lembar polimer semipermiabel yang telah disebut di atas sebagai MAP (Modified Atmosphere Packaging) seperti polyethylene. Tidak seperti CA yang kadar gasnya diatur pada batas tertentu, kadar gas pada MA telah ditentukan ketika pengemasan dan tidak ada pengaturan kadar udara saat penyimpanan. Konsentrasi O2 akan menurun seiring dengan peningkatan konsentrasi CO2 di sekitar buah di dalam plastik. Hal ini disebabkan oleh proses respirasi dari buah tomat. MA tidak lebih baik dari CA untuk penyimpanan dengan jangka waktu yang lebih lama tetapi untuk penyimpanan di toko dan penjualan ke tangan konsumen, MA sudah sangat efektif.


Penutup

Kualitas buah tomat segar dilihat dari penampilan, warna, kekerasan dan rasanya. Mengingat buah tomat merupakan salah satu dari sekian banyak produk yang mudah rusak, maka untuk memperpanjang umur simpan sebaiknya menggabungkan teknik pengemasan dengan teknik penyimpanan yang baik sehingga dapat menjaga penampilan fisik maupun kandungan nutrisi di dalam buah tomat.


Pustaka

Anonim. 2006. Postharvest Handling Fruit Vegetables. http://ucce.ucdavis.edu/files/datastore/234-655.pdf. Diakses 17 Oktober 2006

Batu, A. and A.K. Thompson. 1998. Effect of Modified Atmosphere Packaging on Post Harvest Qualities of Pink Tomatoes. Journal of Agriculture and Forestry 22(1998): 365-372.

BPPHP. 2002. Penanganan Pascapanen dan Pengemasan Sayuran. http://agribisnis.deptan.go.id/web/teknopro/Leaflet%20Teknopro%20No.%2020.htm. Diakses 17 Oktober 2006

Hermiati, E., A. Saepudin dan N. Ilyas. 1999. Pengaruh Konsentrasi Oksigen dan Karbon dioksida terhadap Daya Tahan Simpan Buah Tomat pada Penyimpanan dengan Atmosfir Terkendali. Teknologi Indonesia 22(1 - 2): 15 – 23

Ich. 2004. Tips Memilih Tomat. http://www.deptan.go.id/buletin/infomutu/juli_04.pdf. Diakses 17 Oktober 2006

Katrasapoetra, A.G. 1989. Teknologi Penanganan Pasca Panen. Bina Aksara. Jakarta.

Liu, F.W. 1999. Postharvest Handling in Asia 2 Horticultural Crops. http://www.fftc.agnet.org/library/article/eb465b.html. Diakses tanggal 1 Maret 2006.

Ottay, M.G., L.C.E. Lengkey dan S. Kairupan. 2004. Horticultural Postharvest Training, Manado and Tomohon, 15-16 July 2004. http://www.indocoldchain.org/pdf/b16.pdf. Diakses 17 Oktober 2006

Pantastico, Er. B. 1986. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Sub Tropika. (Diterjemahkan oleh Kamariayani; editor Tjitrosoepomo). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Rukmana R. 1994. Tomat dan Cherry. Kanisius. Yogyakarta.

Tranggono dan Sutardi, 1990. Biokimia dan Teknologi Pasca Panen. Pusat Antar Universitas Pangan Dan Gizi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Widianarko, B., A.R. Pratiwi dan C. Retnaningsih. 2000. Memilih dan Menyimpan Buah Tomat. http://www.ristek.go.id. Diakses 17 Oktober 2006

10 Maret 2009

KAKAO INDONESIA

Pendahuluan

Kakao (Theobroma cacao) merupakan tanaman tahunan yang menjadi salah satu unggulan ekspor non migas Indonesia. Kakao berpotensi tetap menjadi produk unggulan pertanian di Indonesia karena iklim Indonesia yang tropis dan dapat memenuhi syarat tumbuh tanaman tersebut. Untuk saat ini, Indonesia merupakan produser kakao nomor tiga terbesar di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana.

Kakao Indonesia memiliki keunggulan yaitu tidak mudah meleleh sehingga cocok digunakan untuk blending. Apabila difermentasi dan diolah dengan baik, maka kualitasnya dapat mengalahkan kakao Ghana. Pasar kakao Indonesia juga berpotensi untuk tetap naik apalagi kondisi Indonesia lebih baik daripada kedua negara pesaing tersebut. Berita menyebutkan bahwa ekspor kakao Sumatera Utara meningkat karena beberapa negara kosumen kakao beralih ke Indonesia karena kondisi keamanan Pantai Gading yang tidak stabil karena perang saudara.

Tanaman perkebunan ini telah mendorong dunia agribisnis Indonesia menjadi lebig menggeliat. Hal ini dibuktikan dengan penyerapan tenaga kerja yang cukup besar. Pada tahun 2002, tercatat 900.000 kepala keluarga petani kakao di Indonesia. Perkebunan kakao di Indonesia sebagian besar (87,4%) merupakan perkebunan rakyat sedangkan sisanya dikelola perkebunan besar (6%) dan perkebunan swasta (6,7%).

Budidaya dan Industri Kakao

Varietas kakao yang umumnya ditanam di perkebunan kakao di Indonesia adalah varietas Criolo (Fine Cocoa), Forastero (Bulk Cocoa) dan Trinitario (Hybrid). Dari ketiga jenis tersebut, yang memiliki tingkat produksi tinggi adalah varietas Forastero terutama kultivar Upper Amazone Hybrid (UAH). UAH juga cepat mengalami masa generatif setelah 2 tahun dan tahan penyakit VSD (Vascular Streak Dieback).

Hasil produksi tanaman yang tinggi dapat dimungkinkan dengan memenuhi semua syarat tumbuh, pengadaan bibit yang berkualitas tinggi dan manajemen lahan yang baik. Banyak daerah di Indonesia yang cocok untuk lokasi tanam kakao karena dapat memenuhi syarat tanaman kakao. Pengadaan bibit kakao kualitas tinggi sudah mulai dikembangkan dengan penggunaan teknik Somatic Embryogenesis (SE) sehingg diharapkan dapat mendukung penyediaan bibit klonal skala massa. Namun, manajemen lahan kakao di Indonesia masih belum optimal, masih butuh perbaikan.

Beberapa tahapan harus dilewati dalam pembudidayaan kakao, dimulai dengan pembuakaan lahan, pembibitan, penanam tanaman pelindung, penanaman bibit, pemeliharaan (penyiraman, pemangkasan, penyiangan gulma, proteksi terhadap hama dan penyakit, dan panen. Selanjutnya adalah pascapanen yang terdri atas pemeraman, pemecahan buah, fermentasi, perendaman dan pencucian, penyortiran dan penyimpanan. Tahapan tersebut menggambarkan bahwa industri kakao di Indonesia berpotensi meluas bahkan sampai ke industri hilir dan pengolahan kakao lebih lanjut menjadi produk siap pakai.

Indonesia termasuk ke dalam jajaran produsen kakao terbesar dunia namun kebutuhan kakao dalam negeri masih sedikit. Tigaperempat dari produksi kakao Indonesia diekspor di dalam negeri sementara seperempat lainnya digunakan untuk industri dalam negeri. Impor kakao Indonesia juga kecil, bahkan ada kecenderungan penurunan impor biji. Indonesia lebih mengimpor kakao dalam bentuk makanan jadi atau produk-produk yang mengandung kakao. Negara penghasil kakao/cokelat terbesar adalah Belanda, padahal negara ini juga termasuk dalam pengimpor biji kakao terbesar.

Masalah Kakao Indonesia

Banyak masalah yang harus dihadapi perkakaoan Indonesia. Masalah-masalah tersebut sangat luas dan rumit yang terbentang dari industri hulu sampai hilir. Apabila dicari masalah utamanya maka akan didapatkan persoalan sumberdaya, kebijakan dan keuangan.

Masalah utama pertama yang menimpa perkakaoan Indonesia adalah sumberdaya manusia yang kurang. Sekitar 87% petani kakao Indonesia memiliki pengetahuan yang kurang mengenai seluk-beluk perkakaoan. Mereka mungkin hanya mendapatkan keahlian bercocok tanam kakao yang diwariskan dari pendahulu mereka. Padahal perkebunan kakao Indonesia didominasi oleh perkebunan rakyat.

Sumber daya manusia yang minim dapat menyebabkan manajemen yang tidak optimal. Beberapa pihak telah mengusulkan untuk menambah jumlah tenaga penyuluh petani kakao terutama untuk daerah Sulawesi yang merupakan penghasil kakao terbesar di Indonesia saat ini. Penyuluhan dengan materi bercocok tanam saja juga tidak begitu berpengaruh, sehingga dibutuhkan penyuluhan terpadu yang dapat menggeliatkan masyarakat kakao secara keseluruhan. Percontohan telah dilakukan oleh ASKINDO (Asosiasi Kakao Indonesia) dan sponsor untuk membuat desa kakao yang dinamakan CVM (Cocoa Village Model). Percontohan ini dilaksanakan di Desa Klonding, Mamuju, Sulawesi Utara. Selama empat tahun beberapa kemajuan telah didapatkan, antara lain adalah peningkatan produksi, penurunan hama dan penyakit, terbentuk dan meningkatnya kinerja lembaga petani kakao di desa tersebut, dan meningkatnya kesejahteraan masyarakat.

CVM memotivasi para petani untuk mengembangkan pertanian terpadu dan membuat masyarakat menjadi lebih kreatif dan inovatif. CVM ini direncanakan untuk dilanjutkan menjadi CSP (Cocoa Sustainability Partership) dengan tujuan keberlanjutan kakao di Indonesia. Model tersebut hendaknya dapat dilakukan di sentra-sentra kakao Indonesia atau dengan model terpadu lain dengan tujuan serupa sesuai dengan potensi daerah tersebut.

Masalah berikunya adalah kebijakan pemerintah yang menyebabkan hampir semua ekspor kakao Indonesia dalam bentuk biji. Pemerintah yang menetapkan PPN 10% untuk pembelian biji kakao. Petani menjadi lebih senang mengekspor biji kakao daripada mengolahnya kembali. Industri pengolahan kakao dan coklat di Indonesia juga menjadi lesu, keragaman produk kakao juga rendah. Padahal, pada pohon industri kakao, berbagai macam potensi industri dapat dihasilkan, mulai dari cocoa powder, cocoa concentrate sampai cocoa butter untuk industri makanan; lethicin, tannin, alkohol untuk industri kimia; hingga pupuk hijau dan pakan ternak. Untuk itu, perlu ditinjau kembali kebijakan tersebut, atau pemerintah lebih mendorong petani kakao Indonesia dengan segala fasilitas fisik, dana dan kebijakan lain yang mendukung.

Masalah utama terakhir adalah masalah keuangan atau dana. Kekurangan modal membuat rentetan masalah yang panjang. Hal ini diperparah dengan sulitnya menerima pinjaman bank, naiknya harga pupuk dan pestsida dan penurunan harga kakao di tingkat petani.

Data menyebutkan bahwa tahun 2008 terjadi penurunan harga kakao di Indonesia mengalami penurunan. Penyebab utamanya adalah anjloknya harga kakao dunia. Kondisi tanaman yang tua sehingga produksi cenderung terus menurun. Tahun ini bahkan akan diprediksikan terjadinya penurunan produksi karena banyak tanaman yang akan di revitaslisasi. Revitalisasi yang akan menyebabkan penurunan produksi tahun 2009 ini diharapkan dapat meningkatkan produksi untuk tahun-tahun berikutnya.

Mutu Kakao Indonesia Rendah

Indonesia merupakan produsen kakao nomor tiga terbesar di dunia namun biji kakao Indonesia kurang diminati karena mutu kakao Indonesia rendah. Selama ini, biji kakao Indonesia merupakan batas standar mutu ekspor-impor biji kakao. Bahkan di Amerika Serikat, biji kakao Indonesia mendapatkan automatic detention kerena sering ditemukan jamur, kotoran, serangga dan benda-benda asing lainnya.

Rendahnya mutu kakao Indonesia ini disebabkan oleh beberapa hal, antara lain:

1. Kualimortas tanaman kakao Indonesia yang menurun, karena kebanyakan kakao di Indonesia telah menua.

2. Penyakit VSD (Vascular Streak Dieback) dan hama PBK (Pengerek Buah Kakao) yang menyerang kebanyakan perkebunan kakao di Indonesia.

3. Biji kakao Indonesia jarang yang di fermentasi terlebih dahulu, padahal mutu biji yang telah difermentasi lebih baik daripada yang belum difermentasi.

4. Teknologi pascapanen yang masih sederhana dan mesin pengolahan yang telah tua.

5. Sarana dan prasarana pendukung yang kurang, seperti gudang; pasokan listrik yang kurang; transportasi dari, ke dan di dalam kebun, tempat pengolahan dan menuju negara pengekspor yang masih buruk.

Mutu kakao Indonesia yang cenderung tidak membaik ini menyebabkan persepsi pasar dunia terhadap kakao Indonesia sulit membaik. Selain automatic detention yang dilakukan Amerika Serikat, beberapa negara ekspor memberikan tarif yang lebih tinggi. Permasalahan ini sulit dipecahkan, kecuali Indonesia meningkatkan mutu kakaonya dan adanya campur tangan pemerintah.

Penutup

Keadaan alam Indonesia merupakan potensi awal produksi kakao Indonesia namun produksi yang optimal tidak bisa mengandalkan sumberdaya saja, namun dibutuhkan sumberdaya manusia yang baik, kepedulian pemerintah dan modal yang cukup. Produksi yang optimal bukan hanya dalam bentuk kuantitas namun kualitasnya. Mutu kakao harus ditingkatkan untuk mendapatkan kembali kepercayaan pasar dunia.

Banyaknya masalah yang menimpa kakao Indonesia, membutuhkan kejasama semua pihak untuk menjalankan keseluruhan manajemen kakao yang sangat rumit ini, mulai dari petani, pemerintah, akademisi dan pihak-pihak lainnya. Kerjasama yang terpadu dapat meningkatkan potensi keberlanjutan industri kakao di Indonesia.

Pustaka

Anonim. Profil Singkat Komoditi Kakao. http://regionalinvestment.com/sipid/id/userfiles/komoditi/3/kakao_profilsingkat.pdf. Akses 15 Feb 2009.

______. 2008. Bibit Kakao Somatic Embryogenesis. http://www.sinartani.com/kebun/bibit-kakao-somatic-embryogenesis-se-1235363543.htm. Akses 15 Feb 2009.

Askindo. 2008. Cocoa Village Model (CVM) of Kalonding. http://www.thesuccessalliance.org/Events%20downloads/Feb%202008%20M&E%20Workshop/Final%20presentations%20Day%202/Breakout%20Sessions/ASKINDO%20Presentation.pdf. Akses 15 Feb 2009.

Departeman Perindustrian. 2007. Gambaran Sekilas Industri Kakao. http://www.depperin.go.id/PaketInformasi/Kakao/kakao.pdf. Akses 15 Feb 2009.

Litbang Deptan. 2008. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao. http://www.litbang.deptan.go.id/special/komoditas/b4kakao. Akses 15 Feb 2009.

Razak, H.A. dan Gusli S. 2007. Cocos Village (CVM) menuju Revitalisasi Perkakaoan Indonesia dengan Kemandirian Lokal. Direktori Kakao Indonesia 2007. Asosiasi Kakao Idonesia (ASKINDO), Jakarta.

Sikumbang, Z. 2007. Prospek Agroindustri Kakao Indonesia di Pasaran Dunia sampai 2010 (Tantangan Perdagangan dan Industri Kakao Indonesia). Direktori Kakao Indonesia 2007. Asosiasi Kakao Idonesia (ASKINDO), Jakarta.

______. 2007. The Challenge in Indonesia Cocoa Industry. Direktori Kakao Indonesia 2007. Asosiasi Kakao Idonesia (ASKINDO), Jakarta.



Nahda Kanara, Ciputat, 2 Maret 2009